Sejarah uang kertas ternyata cukup panjang.
🔹 Abad ke-7–10 M di Tiongkok
Untuk pertama kali, muncul uang kertas sebagai tanda atau bukti simpanan barang berharga. Awalnya hanya dipakai terbatas, lalu berkembang lebih luas di masa Dinasti Song. Orang bisa membawa kertas itu sebagai pengganti logam (emas/perak/tembaga) yang lebih berat.
🔹 Tahun 1661 di Swedia
Bank of Stockholm (Stockholms Banco) mulai resmi menerbitkan uang kertas di Eropa. Bentuknya masih seperti sanad lid-dain (surat utang). Artinya: pemegang kertas berhak menukarkannya dengan emas atau perak yang dijaminkan di bank. Jadi nilainya masih jelas, karena di balik kertas ada emas atau perak yang nyata.
🔹 Abad 19–20
Uang kertas makin populer di seluruh dunia. Negara-negara kemudian menetapkan standar emas (gold standard): setiap uang kertas yang beredar bisa ditukar emas dengan kadar tertentu. Inilah yang membuat orang percaya penuh pada uang kertas, karena nilainya tidak berdiri sendiri, tapi ada emas di belakangnya.
🔹 Tahun 1971
Presiden Amerika, Richard Nixon, memutuskan secara sepihak menghentikan keterikatan dolar pada emas. Keputusan ini dikenal dengan Nixon Shock. Sejak saat itu, tidak ada lagi uang kertas di dunia yang benar-benar dijamin emas atau perak. Nilai uang hanya berlaku karena negara mewajibkan, hukum menetapkan, dan masyarakat percaya.
⸻
💡 Maka jelas, uang kertas modern berbeda dengan dinar dan dirham. Uang sekarang tidak punya nilai hakiki pada zatnya, seperti emas atau perak. Ia hanya bernilai karena otoritas negara, stabilitas ekonomi, dan kepercayaan rakyat.
Karena itu, bila suatu negara jatuh, ekonominya hancur, inflasi meroket, atau kepercayaan rakyat hilang, maka uangnya pun ikut jatuh. Bisa anjlok drastis nilainya, bahkan dianggap tidak berharga—sekadar kertas biasa.
Bukan karena negara itu “tidak sah” lagi, tapi karena orang sudah tidak percaya. Seperti kupon belanja: kalau tokonya bangkrut, kupon itu tak ada nilainya. Demikian pula uang: ia hanyalah janji negara. Selama negara kuat, janji itu dipercaya. Bila rapuh, janji itu runtuh bersama kertasnya.
⸻
📚 Maka para ulama fiqh mu‘āmalāt menegaskan: uang modern termasuk al-athmān al-istilāhiyyah (nilai konvensional), bukan al-athmān al-haqīqiyyah (nilai hakiki seperti emas/perak).
Memahami sejarah ini penting agar kita tahu: uang hanyalah alat, bukan tujuan. Nilainya bisa berubah, tapi syariat Islam sudah memberi kaidah bagaimana kita bermu‘āmalah dengan adil dan amanah di dalamnya